KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT, karena berkat rahmatnya kami dapat mnyelesaikan Makalah yang berjudul
“Perbandingan Cerpen dan
Mengapresiasikan Pantun”. Makalah ini diajukan guna untuk memenuhi tugas
mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Kami mengucapkan semua pihak
yang telah membantu sehinnga Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan sarannya
yang membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini.
Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi anda, dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Ponorogo, 16
September 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar..…………………………………………………… 1
Daftar Isi……………………………………………………………
2
A.
PERBANDINGAN CERPEN
……………………………………………3
1.
Cerpen 1 “Juru Masak”……………………………………………3
2.
Cerpen 2 “Kesalahan Cintaku”……………………………………9
3.
Perbandingan Cerpen “Juru Masak” dan
“Keslahan Cintaku” ……15
B.
MENGAPRESIASIKAN PANTUN……………………………………....16
PERBANDINGAN
CERPEN
CERPEN 1
JURU
MASAK
Perhelatan bisa kacau tanpa kehadiran lelaki
itu. Gulai Kambing akan terasa hambar lantaran racikan bumbu tak meresap ke
dalam daging. Kuah Gulai Kentang dan Gulai Rebung bakal encer karena keliru
menakar jumlah kelapa parut hingga setiap menu masakan kekurangan santan.
Akibatnya, berseraklah gunjing dan cela yang mesti ditanggung tuan rumah, bukan
karena kenduri kurang meriah, tidak pula karena pelaminan tempat bersandingnya
pasangan pengantin tak sedap dipandang mata, tapi karena macam-macam hidangan
yang tersuguh tak menggugah selera. Nasi banyak gulai melimpah, tapi helat tak
bikin kenyang. Ini celakanya bila Makaji, juru masak handal itu tak dilibatkan.
Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan menyembelih tigabelas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari, tak berjalan mulus, bahkan hampir saja batal. Keluarga mempelai pria merasa dibohongi oleh keluarga mempelai wanita yang semula sudah berjanji bahwa semua urusan masak-memasak selama kenduri berlangsung akan dipercayakan pada Makaji, juru masak nomor satu di Lareh Panjang ini. Tapi, di hari pertama perhelatan, ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba, Gulai Kambing, Gulai Nangka, Gulai Kentang, Gulai Rebung dan aneka hidangan yang tersaji ternyata bukan masakan Makaji. Mana mungkin keluarga calon besan itu bisa dibohongi? Lidah mereka sudah sangat terbiasa dengan masakan Makaji.
“Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah dilanjutkan!” ancam Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.
“Apa susahnya mendatangkan Makaji?”
“Percuma bikin helat besar-besaran bila menu yang terhidang hanya bikin malu.”
Begitulah pentingnya Makaji. Tanpa campur tangannya, kenduri terasa hambar, sehambar Gulai Kambing dan Gulai Rebung karena bumbu-bumbu tak diracik oleh tangan dingin lelaki itu. Sejak dulu, Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya. Makaji tak pilih kasih, meski ia satu-satunya juru masak yang masih tersisa di Lareh Panjang. Di usia senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit meracik bumbu, masih kuat ia berjaga semalam suntuk.
***
“Separuh umur Ayah sudah habis untuk membantu setiap kenduri di kampung ini, bagaimana kalau tanggungjawab itu dibebankan pada yang lebih muda?” saran Azrial, putra sulung Makaji sewaktu ia pulang kampung enam bulan lalu.
“Mungkin sudah saatnya Ayah berhenti,”
“Belum! Akan Ayah pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah lagi meracik bumbu,” balas Makaji waktu itu.
“Kalau memang masih ingin jadi juru masak, bagaimana kalau Ayah jadi juru masak di salah satu Rumah Makan milik saya di Jakarta? Saya tak ingin lagi berjauhan dengan Ayah,”
Sejenak Makaji diam mendengar tawaran Azrial. Tabiat orangtua selalu begitu, walau terasa semanis gula, tak bakal langsung direguknya, meski sepahit empedu tidak pula buru-buru dimuntahkannya, mesti matang ia menimbang. Makaji memang sudah lama menunggu ajakan seperti itu. Orangtua mana yang tak ingin berkumpul dengan anaknya di hari tua? Dan kini, gayung telah bersambut, sekali saja ia mengangguk, Azrial segera memboyongnya ke rantau, Makaji tetap akan punya kesibukan di Jakarta, ia akan jadi juru masak di Rumah Makan milik anaknya sendiri.
“Beri Ayah kesempatan satu kenduri lagi!”
“Kenduri siapa?” tanya Azrial.
“Mangkudun. Anak gadisnya baru saja dipinang orang. Sudah terlanjur Ayah sanggupi, malu kalau tiba-tiba dibatalkan,”
Merah padam muka Azrial mendengar nama itu. Siapa lagi anak gadis Mangkudun kalau bukan Renggogeni, perempuan masa lalunya. Musabab hengkangnya ia dari Lareh Panjang tidak lain adalah Renggogeni, anak perempuan tunggal babeleng itu. Siapa pula yang tak kenal Mangkudun? Di Lareh Panjang, ia dijuluki tuan tanah, hampir sepertiga wilayah kampung ini miliknya. Sejak dulu, orang-orang Lareh Panjang yang kesulitan uang selalu beres di tangannya, mereka tinggal menyebutkan sawah, ladang atau tambak ikan sebagai agunan, dengan senang hati Mangkudun akan memegang gadaian itu.
Masih segar dalam ingatan Azrial, waktu itu Renggogeni hampir tamat dari akademi perawat di kota, tak banyak orang Lareh Panjang yang bisa bersekolah tinggi seperti Renggogeni. Perempuan kuning langsat pujaan Azrial itu benar-benar akan menjadi seorang juru rawat. Sementara Azrial bukan siapa-siapa, hanya tamatan madrasah aliyah yang sehari-hari bekerja honorer sebagai sekretaris di kantor kepala desa. Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.
“Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masak!” bentak Mangkudun, dan tak lama berselang berita ini berdengung juga di kuping Azrial.
“Dia laki-laki taat, jujur, bertanggungjawab. Renggo yakin kami berjodoh,”
“Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial. Akan saya carikan kau jodoh yang lebih bermartabat!”
“Apa dia salah kalau ayahnya hanya juru masak?”
“Jatuh martabat keluarga kita bila laki-laki itu jadi suamimu. Paham kau?”
Derajat keluarga Azrial memang seumpama lurah tak berbatu, seperti sawah tak berpembatang, tak ada yang bisa diandalkan. Tapi tidak patut rasanya Mangkudun memandangnya dengan sebelah mata. Maka, dengan berat hati Azrial melupakan Renggogeni. Ia hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati. Awalnya ia hanya tukang cuci piring di Rumah Makan milik seorang perantau dari Lareh Panjang yang lebih dulu mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit dikumpulkannya modal, agar tidak selalu bergantung pada induk semang. Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan. Barangkali, ada hikmahnya juga Azrial gagal mempersunting anak gadis Mangkudun. Kini, lelaki itu kerap disebut sebagai orang Lareh Panjang paling sukses di rantau. Itu sebabnya ia ingin membawa Makaji ke Jakarta. Lagi pula, sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yang merawat, adik-adiknya sudah terbang-hambur pula ke negeri orang. Meski hidup Azrial sudah berada, tapi ia masih saja membujang. Banyak yang ingin mengambilnya jadi menantu, tapi tak seorang perempuan pun yang mampu luluhkan hatinya. Mungkin Azrial masih sulit melupakan Renggogeni, atau jangan-jangan ia tak sungguh-sungguh melupakan perempuan itu.
***
Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak. Dua kali meriam ditembakkan ke langit, pertanda dimulainya perhelatan agung. Tak biasanya pusaka peninggalan sesepuh adat Lareh Panjang itu dikeluarkan. Bila yang menggelar kenduri bukan orang berpengaruh seperti Mangkudun, tentu tak sembarang dipertontonkan. Para tetua kampung menyiapkan pertunjukan pencak guna menyambut kedatangan mempelai pria. Para pesilat turut ambil bagian memeriahkan pesta perkawinan anak gadis orang terkaya di Lareh Panjang itu. Maklumlah, menantu Mangkudun bukan orang kebanyakan, tapi perwira muda kepolisian yang baru dua tahun bertugas, anak bungsu pensiunan tentara, orang disegani di kampung sebelah. Kabarnya, Mangkudun sudah banyak membantu laki-laki itu, sejak dari sebelum ia lulus di akademi kepolisian hingga resmi jadi perwira muda. Ada yang bergunjing, perjodohan itu terjadi karena keluarga pengantin pria hendak membalas jasa yang dilakukan Mangkudun di masa lalu. Aih, perkawinan atas dasar hutang budi.
Mangkudun benar-benar menepati janji pada Renggogeni, bahwa ia akan carikan jodoh yang sepadan dengan anak gadisnya itu, yang jauh lebih bermartabat. Tengoklah, Renggogeni kini tengah bersanding dengan Yusnaldi, perwira muda polisi yang bila tidak ‘macam-macam’ tentu karirnya lekas menanjak. Duh, betapa beruntungnya keluarga besar Mangkudun. Tapi, pesta yang digelar dengan menyembelih tiga ekor kerbau jantan dan tujuh ekor kambing itu tak begitu ramai dikunjungi. Orang-orang Lareh Panjang hanya datang di hari pertama, sekedar menyaksikan benda-benda pusaka adat yang dikeluarkan untuk menyemarakkan kenduri, setelah itu mereka berbalik meninggalkan helat, bahkan ada yang belum sempat mencicipi hidangan tapi sudah tergesa pulang.
“Gulai Kambingnya tak ada rasa,” bisik seorang tamu.
“Kuah Gulai Rebungnya encer seperti kuah sayur Toge. Kembung perut kami dibuatnya,”
“Dagingnya keras, tidak kempuh. Bisa rontok gigi awak dibuatnya,”
“Masakannya tak mengeyangkan, tak mengundang selera.”
“Pasti juru masaknya bukan Makaji!”
Makin ke ujung, kenduri makin sepi. Rombongan pengantar mempelai pria diam-diam juga kecewa pada tuan rumah, karena mereka hanya dijamu dengan menu masakan yang asal-asalan, kurang bumbu, kuah encer dan daging yang tak kempuh. Padahal mereka bersemangat datang karena pesta perkawinan di Lareh Panjang punya keistimewaan tersendiri, dan keistimewaan itu ada pada rasa masakan hasil olah tangan juru masak nomor satu. Siapa lagi kalau bukan Makaji?
“Kenapa Makaji tidak turun tangan dalam kenduri sepenting ini?” begitu mereka bertanya-tanya.
“Sia-sia saja kenduri ini bila bukan Makaji yang meracik bumbu,”
“Ah, menyesal kami datang ke pesta ini!”
***
Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji, datang dari Jakarta. Ia pulang untuk menjemput Makaji. Kini, juru masak itu sudah berada di Jakarta, mungkin tak akan kembali, sebab ia akan menghabiskan hari tua di dekat anaknya. Orang-orang Lareh Panjang telah kehilangan juru masak handal yang pernah ada di kampung itu. Kabar kepergian Makaji sampai juga ke telinga pengantin baru Renggogeni. Perempuan itu dapat membayangkan betapa terpiuh-piuhnya perasaan Azrial setelah mendengar kabar kekasih pujaannya telah dipersunting lelaki lain.
Kelapa Dua, 2007
Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan menyembelih tigabelas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari, tak berjalan mulus, bahkan hampir saja batal. Keluarga mempelai pria merasa dibohongi oleh keluarga mempelai wanita yang semula sudah berjanji bahwa semua urusan masak-memasak selama kenduri berlangsung akan dipercayakan pada Makaji, juru masak nomor satu di Lareh Panjang ini. Tapi, di hari pertama perhelatan, ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba, Gulai Kambing, Gulai Nangka, Gulai Kentang, Gulai Rebung dan aneka hidangan yang tersaji ternyata bukan masakan Makaji. Mana mungkin keluarga calon besan itu bisa dibohongi? Lidah mereka sudah sangat terbiasa dengan masakan Makaji.
“Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah dilanjutkan!” ancam Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.
“Apa susahnya mendatangkan Makaji?”
“Percuma bikin helat besar-besaran bila menu yang terhidang hanya bikin malu.”
Begitulah pentingnya Makaji. Tanpa campur tangannya, kenduri terasa hambar, sehambar Gulai Kambing dan Gulai Rebung karena bumbu-bumbu tak diracik oleh tangan dingin lelaki itu. Sejak dulu, Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya. Makaji tak pilih kasih, meski ia satu-satunya juru masak yang masih tersisa di Lareh Panjang. Di usia senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit meracik bumbu, masih kuat ia berjaga semalam suntuk.
***
“Separuh umur Ayah sudah habis untuk membantu setiap kenduri di kampung ini, bagaimana kalau tanggungjawab itu dibebankan pada yang lebih muda?” saran Azrial, putra sulung Makaji sewaktu ia pulang kampung enam bulan lalu.
“Mungkin sudah saatnya Ayah berhenti,”
“Belum! Akan Ayah pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah lagi meracik bumbu,” balas Makaji waktu itu.
“Kalau memang masih ingin jadi juru masak, bagaimana kalau Ayah jadi juru masak di salah satu Rumah Makan milik saya di Jakarta? Saya tak ingin lagi berjauhan dengan Ayah,”
Sejenak Makaji diam mendengar tawaran Azrial. Tabiat orangtua selalu begitu, walau terasa semanis gula, tak bakal langsung direguknya, meski sepahit empedu tidak pula buru-buru dimuntahkannya, mesti matang ia menimbang. Makaji memang sudah lama menunggu ajakan seperti itu. Orangtua mana yang tak ingin berkumpul dengan anaknya di hari tua? Dan kini, gayung telah bersambut, sekali saja ia mengangguk, Azrial segera memboyongnya ke rantau, Makaji tetap akan punya kesibukan di Jakarta, ia akan jadi juru masak di Rumah Makan milik anaknya sendiri.
“Beri Ayah kesempatan satu kenduri lagi!”
“Kenduri siapa?” tanya Azrial.
“Mangkudun. Anak gadisnya baru saja dipinang orang. Sudah terlanjur Ayah sanggupi, malu kalau tiba-tiba dibatalkan,”
Merah padam muka Azrial mendengar nama itu. Siapa lagi anak gadis Mangkudun kalau bukan Renggogeni, perempuan masa lalunya. Musabab hengkangnya ia dari Lareh Panjang tidak lain adalah Renggogeni, anak perempuan tunggal babeleng itu. Siapa pula yang tak kenal Mangkudun? Di Lareh Panjang, ia dijuluki tuan tanah, hampir sepertiga wilayah kampung ini miliknya. Sejak dulu, orang-orang Lareh Panjang yang kesulitan uang selalu beres di tangannya, mereka tinggal menyebutkan sawah, ladang atau tambak ikan sebagai agunan, dengan senang hati Mangkudun akan memegang gadaian itu.
Masih segar dalam ingatan Azrial, waktu itu Renggogeni hampir tamat dari akademi perawat di kota, tak banyak orang Lareh Panjang yang bisa bersekolah tinggi seperti Renggogeni. Perempuan kuning langsat pujaan Azrial itu benar-benar akan menjadi seorang juru rawat. Sementara Azrial bukan siapa-siapa, hanya tamatan madrasah aliyah yang sehari-hari bekerja honorer sebagai sekretaris di kantor kepala desa. Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.
“Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masak!” bentak Mangkudun, dan tak lama berselang berita ini berdengung juga di kuping Azrial.
“Dia laki-laki taat, jujur, bertanggungjawab. Renggo yakin kami berjodoh,”
“Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial. Akan saya carikan kau jodoh yang lebih bermartabat!”
“Apa dia salah kalau ayahnya hanya juru masak?”
“Jatuh martabat keluarga kita bila laki-laki itu jadi suamimu. Paham kau?”
Derajat keluarga Azrial memang seumpama lurah tak berbatu, seperti sawah tak berpembatang, tak ada yang bisa diandalkan. Tapi tidak patut rasanya Mangkudun memandangnya dengan sebelah mata. Maka, dengan berat hati Azrial melupakan Renggogeni. Ia hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati. Awalnya ia hanya tukang cuci piring di Rumah Makan milik seorang perantau dari Lareh Panjang yang lebih dulu mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit dikumpulkannya modal, agar tidak selalu bergantung pada induk semang. Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan. Barangkali, ada hikmahnya juga Azrial gagal mempersunting anak gadis Mangkudun. Kini, lelaki itu kerap disebut sebagai orang Lareh Panjang paling sukses di rantau. Itu sebabnya ia ingin membawa Makaji ke Jakarta. Lagi pula, sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yang merawat, adik-adiknya sudah terbang-hambur pula ke negeri orang. Meski hidup Azrial sudah berada, tapi ia masih saja membujang. Banyak yang ingin mengambilnya jadi menantu, tapi tak seorang perempuan pun yang mampu luluhkan hatinya. Mungkin Azrial masih sulit melupakan Renggogeni, atau jangan-jangan ia tak sungguh-sungguh melupakan perempuan itu.
***
Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak. Dua kali meriam ditembakkan ke langit, pertanda dimulainya perhelatan agung. Tak biasanya pusaka peninggalan sesepuh adat Lareh Panjang itu dikeluarkan. Bila yang menggelar kenduri bukan orang berpengaruh seperti Mangkudun, tentu tak sembarang dipertontonkan. Para tetua kampung menyiapkan pertunjukan pencak guna menyambut kedatangan mempelai pria. Para pesilat turut ambil bagian memeriahkan pesta perkawinan anak gadis orang terkaya di Lareh Panjang itu. Maklumlah, menantu Mangkudun bukan orang kebanyakan, tapi perwira muda kepolisian yang baru dua tahun bertugas, anak bungsu pensiunan tentara, orang disegani di kampung sebelah. Kabarnya, Mangkudun sudah banyak membantu laki-laki itu, sejak dari sebelum ia lulus di akademi kepolisian hingga resmi jadi perwira muda. Ada yang bergunjing, perjodohan itu terjadi karena keluarga pengantin pria hendak membalas jasa yang dilakukan Mangkudun di masa lalu. Aih, perkawinan atas dasar hutang budi.
Mangkudun benar-benar menepati janji pada Renggogeni, bahwa ia akan carikan jodoh yang sepadan dengan anak gadisnya itu, yang jauh lebih bermartabat. Tengoklah, Renggogeni kini tengah bersanding dengan Yusnaldi, perwira muda polisi yang bila tidak ‘macam-macam’ tentu karirnya lekas menanjak. Duh, betapa beruntungnya keluarga besar Mangkudun. Tapi, pesta yang digelar dengan menyembelih tiga ekor kerbau jantan dan tujuh ekor kambing itu tak begitu ramai dikunjungi. Orang-orang Lareh Panjang hanya datang di hari pertama, sekedar menyaksikan benda-benda pusaka adat yang dikeluarkan untuk menyemarakkan kenduri, setelah itu mereka berbalik meninggalkan helat, bahkan ada yang belum sempat mencicipi hidangan tapi sudah tergesa pulang.
“Gulai Kambingnya tak ada rasa,” bisik seorang tamu.
“Kuah Gulai Rebungnya encer seperti kuah sayur Toge. Kembung perut kami dibuatnya,”
“Dagingnya keras, tidak kempuh. Bisa rontok gigi awak dibuatnya,”
“Masakannya tak mengeyangkan, tak mengundang selera.”
“Pasti juru masaknya bukan Makaji!”
Makin ke ujung, kenduri makin sepi. Rombongan pengantar mempelai pria diam-diam juga kecewa pada tuan rumah, karena mereka hanya dijamu dengan menu masakan yang asal-asalan, kurang bumbu, kuah encer dan daging yang tak kempuh. Padahal mereka bersemangat datang karena pesta perkawinan di Lareh Panjang punya keistimewaan tersendiri, dan keistimewaan itu ada pada rasa masakan hasil olah tangan juru masak nomor satu. Siapa lagi kalau bukan Makaji?
“Kenapa Makaji tidak turun tangan dalam kenduri sepenting ini?” begitu mereka bertanya-tanya.
“Sia-sia saja kenduri ini bila bukan Makaji yang meracik bumbu,”
“Ah, menyesal kami datang ke pesta ini!”
***
Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji, datang dari Jakarta. Ia pulang untuk menjemput Makaji. Kini, juru masak itu sudah berada di Jakarta, mungkin tak akan kembali, sebab ia akan menghabiskan hari tua di dekat anaknya. Orang-orang Lareh Panjang telah kehilangan juru masak handal yang pernah ada di kampung itu. Kabar kepergian Makaji sampai juga ke telinga pengantin baru Renggogeni. Perempuan itu dapat membayangkan betapa terpiuh-piuhnya perasaan Azrial setelah mendengar kabar kekasih pujaannya telah dipersunting lelaki lain.
Kelapa Dua, 2007
CERPEN 2
Kesalahan
cinta ku
Kisah Sebuah persahabatan yang dimulai sejak
mereka berusia 2 tahun, akan tetapi mereka tidak pernah mengetahui nama nya
masing masing,, satu orang perempuan dan satu orang laki2 saling menyayangi
satu sama lain, karna sayang mereka pun tidak pernah menyebut nama dan mereka
hanya memanggil ade dan kaka.
Mona adalah seorang gadis yang selalu menyayangi
sahabatnya Evan, begitu pun Evan,, ia selalu menyayangi Mona,, Bahkan ia rela
berkorban demi Mona, Pada saat itu Evan tidak mengetahui nama Mona,, karena ia
selalu memanggil Mona dengan sebutan ade,, begitu pun Mona yang selalu
memanggil Evan kaka,,
Begitu dekatnya mereka sampai mereka saling
berkorban satusama lain, dan persahabatan mereka tidak pernah terpecah hingga
mereka berusia 5 tahun,, tappi persahabatan mereka terpisah karena kehendak
orang tua.
Pada saat mereka berusia 6 tahun, Evan harus
pergi bersama orang tua nya karena ayahnya mendapat tugas di luar negri, dan
Evan harus sekolah di luar negri juga, dengan berat hati evan harus
meninggalkan Mona, Mona juga harus merelakan kepergian Evan untuk masa depan
Evan, tappi pada saat itu Evan berjanji bila ia kembali nanti, iia pasti
menemui Mona dan berjanji akan mempersunting Mona
Bertahun-tahun evan pergi namun tidak pernah
mengabari Mona, Hingga Mona harus selalu murung menantikan kehadiran sahabatnya
itu, dan bahkan ia bertekat untuk tidak pernah mempunyai pacar karna ia akan
selalu menanti Evan,,
13 tahun sudah lamanya Evan meninggalkan Mona,
saat ini usianya sudah 19 tahun tapi Mona tetap pada pendirianya yang tidak mau
punya pacar sebelum dia bertemu dengan Evan,, namun pada suatu hari Evan tengah
pulang dari luarnegri, dan kini dia kembali ke Indonesia dan melanjutkan
kuliahnya di Kampus yang sama dengan kampus Mona,, karna waktu terlalu lama
tidak mempertemukan mereka, mereka pun tidak saling mengenali karena selain
usianya yang bertambah wajah merekapun sudah tampak berbeda. Selain itu mereka
pun tidak mengetahuinya karena pada masa kecilnya mereka tidak pernah tau
namanya.
Tanpa sadar Mona dan Evan pun tinggal satu
kelas.
Selama 13 tahun semuanya telah berubah, Mona
yang selalu ceria menjadi gadis yang suka murung seakan ia menanti sesuatu yang
tak pasti. Namun berbeda dengan Evan,, Evan yang mulanya penyayang dan suka
menghargai perasaan orang lain, kini menjadi lain. Kini Evan telah menjadi
seorang playboy yang suka memainkan perasaan wanita
Suatu hari Evan dengan teman-temannya mengadakan
sebuah taruhan, pada saat itu mereka menggunakan Mona untuk menjadikan bahan
taruhannya, karna mereka fikir Mona tidak akan menerima Evan dengan alasan Mona
tidak akan pernah berpacaran sebelum ia tau kepastian dari sahabatnya itu.
Ketika itu Evan pun mencoba menyatakan cintanya pada Mona, namun Mona menolak
Evan. Karna ia takut kalah taruhan dengan teman-temanya, Evan pun mencoba
membujuk Mona hingga pada akhirnya Mona
menerima Cinta nya, mereka pun menjalankan hubungan mereka sebagaimana
mestinya.
Pada awalnya Mona selalu bersikap dingin pada
Evan karna Mona tidak pernah menyukai Evan. Namun pada akhirnya sedikit demi
sedikit Mona mulai menyayangi Evan dan sudah mulai melupakan sahabatnya yg
pergi tanpa kabar. Dan dia telah bahagia bersama Evan. Lama sudah mereka
menjalani hubungan itu, dan Mona berniat untuk lebih sungguh-sungguh lagi dalam
menjalani hubungan dengan Evan. Setelah cukup lama mereka menjalani hubungan
itu, Evan menagih janji teman- temannya atas taruhannya, saat itu Mona di
pertaruhkan dengan Motor ninja warna merah, Pada saat Evan bercakap dengan teman2nya,
tanpa sengaja Mona mendengar percakapan Evan dan teman-teman nya,mona pun
tersentak kaget saat dia tau kalau Evan manjadikan dirinya sebagai bahan
taruhan. Betapa marahnya dia saat dia tau kalau Evan telah mempermainkan
cintanya, Mona pun berlari pulang ke rumahnya lalu dia pun membaringkan
badannya di atas kasur ber sprai hijau sambil menangis karna sakit hati. Semua
yang ia berikan kepada Evan terhitung sia-sia, mulai dari cinta kasih sayang,
bahkan ia pun mau berpacaran dengannya walau ia masih menunggu kehadiran
sahabat kecilnya. Mona sangat menyesali semua yang terjadi, dan semua yg telah
ia jalani bersama Evan.
Sekian lama ia terpuruk karna kejadian itu, dan
sudah 2 minggu ini dia mengurung diri dikamar, dan dia tidak pergi ke kampus,
karna dirinya masih sakit hati oleh perbuatan Evan. Dan bila ia bertemu dengan
Evan dan melihat wajah Evan hatinya akan sakit. Tapi ia tidak pernah
melampiaskan amarah nya itu kepada Evan.
Bahkan Evan bertanya Tanya kemana selama ini
Mona pergi, karna ia tidak pernah melihat Mona di sekitar kampusnya.
Sekian lama ia mengetahui itu, ia pun jatuh
sakit karena terlalu memikirkan hal yang terjadi dalam kehidupanya dengan evan.
Disisi lain evan mulai teringat kembali dengan sosok sahabat masa kecilnya ia
pun berniat untuk menemuinya. Tak lama kemudian ia mencari dimana rumah
sahabatnya itu ia berharap sahabatnya masi berada di rumahnya yang dulu.
Sebelumnya Evan berniat untuk menengok mona akan tetapi ia ingin menemui
sahabatnya itu.
Evan pun pergi dan mencari dimana letak rumahnya
itu meski dia sedikit bingung dengan keberadaan rumahnya itu sudah hampir 2 jam
Evan mencari cari pada akhirnya ia menemukan rumah tersebut dan tak jauh
seperti yang dulu. Evanpun mengetuk pintu rumah tersebut dan mama Mona membuka
pintu dengan muka heran karena tidak mengetahui bahwa itu Evan kemudian Evan
pun menyapa mamanya Mona dengan sebutan tante dan Evan pun menanyakan Mona
dengan sebutan Ade dari itu mama Mona mulai mengetahui bahwa itu adalah Evan
(KAKA) mereka pun mengobrol mama Mona pun menceritakan bahwa keadaan Mona
sedang sakit dikarenakan dihianati oleh pacarnya namun mama Mona tidak
mengetahui bahwa yang dimaksud adalah Evan. Mama Mona pun menjelaskan kejadian
yang membuat Mona jatuh sakit Evan punterkejut mendengar semua cerita mama Mona
,,Evan berfikiran untuk menemui orang tersebut yang sesungguhya.
Kemudian mama Mona mengajak Evan untuk menemui
Mona yang sedang berbaring di kamar. Sudah 2 hari Mona tidak keluar kamar dan
tidak mau makan saat akan membuka kamar Mona terlihat tidur dengan keadaan
menghadap kekiri Evan pun belum mengetahui wajah Mona sekarang. Saat mama Mona
membaringkan Mona ternyata Mona tidak sadarkan diri dengan wajah yang pucat dan
suhu tubuh yang dingin mama Mona pun terkejut. Lalu Kemudian mama Mona menelepon
dokter untuk memeriksa kondisi mona. Tak lama kemudian dokterpun datang dan
memeriksa kondisi Mona, disaat dokter memeriksa Mona, Evan melihat diary Mona
yang terletak di samping tlp rumahnya, mungkin ia lupa menyimpan diari itu ke
kamarnya dan Evan membaca diary tersebut di diary tersebut tercatat bahwa dia
menyayangi orang tersebut sepenuh hatinya walaupun dia menunggu sahabatnya itu.
Halaman berikutnya tertulis ternyata Mona mengetahui bahwa dia menjadi taruhan
hanya untuk sebuah motor untuk memainkan hatinya. Padahal Mona sudah menyayangi
orang tersebut namun ternyata semua itu hanya permainan orang yang dia cintai
dengan temanya. Evanpun mengetahui kejadian yang membuat Mona sakit Evan pun
berfikiran untuk menghajar orang tersebut bila ia dipertemukan dengan orang
itu,
padahal orang yang dimaksud adalah dirinya
sendiri. Disaat Evan akan membuka halaman tersebut mama Mona memanggil Evan
agar masuk ke kamar saat Evan masuk mama Mona langsung memeluk dan menangis
bahwa Mona telah meninggal disaat Evan menghampiri ternyata ade yang dimaksud adalah Mona Evan
pun lansung mendekati kasur tempat mona berbaring dan ia mengetahui bahwa orang
yang di diary tersebut adalah dirinya. Evan pun merasa bersalah ternyata orang
yang ia hianati adalah sahabatnya sendiri dan Evan pun pernah berjanji dia akan
kembali dan membahagiakan Mona untuk selamanya disaat Evan menghampiri Mona
Evan belum mengetahui bahwa Mona telah tiada lalu Evan menanyakan mengapa Mona
hanya diam dan tidak menjawab sapaanya. Lalu Mama Mona memberi tahu bahwa Mona
telah tiada Evan pun memeluk erat sambil menangisi kepergian Mona yang telah
hianati cintanya dan ia kini menyadari bahwa dia telah melakukan kesalahan atas
cintanya dan janji Evan teringkari bukan kebahagiaan yang ia beri namun
penderitaan yang teramat dalam bagi Mona. Dan cinta pertama Mona harus berakhir
dengan tragis oleh orang yang dia nantikan cintai. 2 minggu sudah Mona tiada
Evan hanya bisa mengenang kenangan yang pernah terukir dengan Mona dan bayangan
kesalahan tersebut tidak bisa ia hilangkan. Semenjak kejadian itu Evan berjanji
untuk tidak mempermainkan cintanya pada siapapun, dan ia berjanji tidak akan
melakukan kesalahan cinta.
……TAMAT……
Perbandingan
Cerpen “Juru masak” dengan Cerpen “Kesalahan Cintaku”
NO
|
UNSUR
INSTRINSIK
|
JURU MASAK
|
KESALAHAN
CINTAKU
|
1
|
Tema
|
Seorang juru masak yang di segani
di kampungnya.
|
Penantian cinta yang terkecewakan
|
2
|
Amanat
|
Jangan pilih kasih, jangan menilai
seseorang dengan sebelah mata
|
Jangan mempermainkan perasaan,
karena suatu saat karma akan membalasnya
|
3
|
Latar / setting
|
Desa Laraeh Panjang, Rumah
Mangkudun, Jakarta
|
Indonesia, Luar Negri, Kampus,
Rumah Mona, Kamar Mona
|
4
|
Alur
|
Mundur. Bukti : Beberapa tahun
lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan
menyembelih tiga belas ekor kambing.
|
Maju. Bukti : 13 tahun sudah
lamanya Evan meninggalkan Mona, saat ini usianya sudah 19 tahun tapi Mona
tetap pada pendirianya yang tidak mau punya pacar sebelum dia bertemu dengan
Evan,,
|
5
|
Sudut pandang
|
Orang pertama : Makaji
Orang kedua : Azrial
Orang ketiga : Renggogeni
Orang keempat : Mangkudun
|
Orang Pertama : Mona
Orang Kedua : Evan
|
MENGAPRESIASIKAN
PANTUN
1.
Tema : Saling memaafkan kesalahan orang
lain.
Anak gajah berlari – lari
Lalu berhenti di tengah jalan
Bila berteman jangan membenci
Lebih baik saling memaafkan
2.
Tema : segala
sesuatu yang berharga pasti membutuhkan suatu
pengorbanan.
Bajak laut meledakkan meriam
Sebelum meladak akan ku serang
Bila cinta jangan di pendam
Perjuangkanlah jangan sampai hilang
3.
Tema : Seberapapun
masalah disembuyikan, lambat laun pasti akan terdengar oleh orang lain.
Bagai langit tak berawan
Dalam keramaian engkau terdiam
Meski bangkai di sembunyikan
Cepat lambat pasti ketahuan
4.
Tema : Seseorang
yang sedang kasmaran dengan orang yang disayanginya.
Bunga melati baunya harum
Ingat selalu untuk merawatnya
Aku terdiam dia tersenyum
Karna terpesona dengan tampannya
5.
Tema : Suatu
pekerjaan akan lebih sempurna bila diiringi usaha dan doa.
Sayur asam sayur lodeh
Buah manga buah matoa
Wahai kau anak sholeh
Rajinlah berusaha dan berdoa
6.
Tema : Belajarlah
sesering mungkin agar dapat berguna untuk masa depan.
Rusa jantan tertembak mati
Rusa betina masuk ke jurang
Hai pelajar teguhkan hati
Mengasah otak bekal mendatang